Di masa kecil, Gusti Ngurah Anom sangat dekat dengan kakeknya. Kakek Gusti Ngurah Anom (ayah dari ibu) bernama Pekak (kakek) Gelgel (alm). “Perawakan kakek tinggi besar. Kakek merupakan seorang pembuat sekaligus penjual bata merah di desa kami,” jelas Anom mengenang kakek yang amat disayanginya. Kakek Anom mempunyai sebuah dokar atau cikar lengkap dengan kudanya. Dengan dokar itu, Pekak Gelgel sering mengajak Anom kecil untuk berkunjung ke rumah temantemannya.
Dalam memori Anom, kakeknya merupakan sosok yang suka bercanda dan sering membuatnya tertawa. Saat gempa bumi Seririt, kakek Anom terkena reruntuhan tembok rumah saat sedang tidur. Setelah tertimpa reruntuhan tembok, Pekak Gelgel menderita lumpuh dan hanya bisa terbaring di jineng (balai yang ada di bawah lumbung padi) rumahnya. “Saat kakek lumpuh, saya sering membantu merawat kakek seperti membersihkan air seninya.” Meski hanya bisa terbaring akibat penyakit lumpuhnya, Pekak Gelgel masih sering memberi Anom kecil uang saku. Raja Oleh-Oleh Khas Bali 7 “Boleh dikatakan saya cucu yang paling disayang. Pokoknya bersama kakek itu penuh canda, penuh tawa. Kakek orangnya usil dan suka bercanda. Salah satu yang sering dilakukan kakek adalah menggesek-gesekkan jenggotnya ke kepala saya. Kakek juga suka menyiram cucunya dengan air saat saya pergi ke sungai kecil yang ada di dekat rumah. Tapi setelah itu kakek selalu memberi saya uang saku untuk bekal ke sekolah waktu di SD,” kenang Anom.